welcome

Selamat datang di blog aku, semoga tidak bosan dan memberikan manfaat.
Jangan lupa tinggalkan pesan yach, mau pedas, asam, manis, terserah selera anda. Kritikan menghadirkan kualitas yang baik.

Senin, 09 November 2009

RICE TUNGRO VIRUS

RICE TUNGRO VIRUS

A. INTRODUCTION
Tungro is one of the most destructive rice diseases in Southeast Asia with outbreaks affecting thousands of hectares (ha). In the 1940s, long before the causal organism have been identified, outbreaks of the disease in major rice growing areas in the Philippines reduced the overall national yield to 1.4 million metric tons annually, nearly the amount of our 2008 rice import.
From 1960 to 1989, major outbreaks were recorded in areas planted to early varieties recommended by the Department of Agriculture. In the 1990s, sporadic outbreaks in Mindanao affected a total of almost 10,000 ha, and in Davao del Norte alone, a yield loss of almost P11,000,000 was recorded in 1993.
Recent outbreaks in the past three years were recorded by Pioneer Hi-Bred researchers and agronomists in Cagayan Valley (Cagayan, Isabela), Panay Island (Iloilo, Capiz), Central Mindanao (Midsayap and Kabacan areas), and Southern Mindanao. Estimated yield losses were as high as 90 percent and whatever grains left would not fetch a high price due to poor grain quality.

B. CAUSAL AGENTS AND MODE OF TRANSMISSION AND INFECTION
The tungro virus disease complex is an excellent example of co-evolution between the virus complex and the vector, although it is not clear whether the insect vector is benefiting from the presence of the virus.
Tungro virus disease cannot spread without an insect vector. The disease is transmitted by leathoppers, particularly the green leafhopper (GLH), Nephotettix virescens (Distant). The disease complex is associated with two different viruses required for transmission and infection – Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) and Rice Tungro Spherical Virus (RTSV).
RTBV particles are rod-shaped and contain double-stranded deoxyribonucleic acid (DNA) as genetic material. RTSV particles, on one hand, are isometric and contain polyadenylated single-stranded ribonucleic acid (RNA) as genetic material. RTBV or RTSV alone or in combination as virus complex have been shown to have different reactions to transmission, and exhibiting symptoms. Refer to the table which shows that RTSV is required for efficient transmission while RTBV is required for manifestation of symptoms.
The insect acquires the virus by feeding on the plant for a short time, and can transmit the virus immediately after feeding. The virus does not remain in the vector’s body. After feeding on a diseased plant, the insect can transmit the virus for about 5-7 days, and the insect can become infective again after re-acquisition feeding.
C. SYMPTOMS OF INFECTION
Tungro affects the plant at any growth stage, most severely during the vegetative stage where symptoms are more pronounced. Leaf discoloration begins from the tip and spreads down the blade to the lower leaf portion. Leaves may also exhibit mottled or striped appearance. Stunting is also evident as well as reduced tillering. Flowering is delayed and consequently, maturity. Panicles are small, not well exserted, and are partially sterile. Grains are covered with dark brown blotches, and grain quality is poor. Other indications are the presence of GLH adults, nymphs, and eggs.

D. PREDISPOSING FACTORS
Tungro incidence is favored by presence of virus sources such as infected ricefields in adjacent localities and wild Oryza (rice) relatives. Uncontrolled presence of GLH and other hoppers may trigger an outbreak. The presence of virus sources, population and composition of the vector, age and susceptibility of the host plant, and synchronization of these three factors promote the incidence of the disease.
Tungro is particularly prevalent in communities which practice non-synchronous planting because such practices provide a continuous source of inoculum. Shortage of irrigation water may also promote tungro incidence because farmers are forced to plant asynchronously.

E. MANAGEMENT PRACTICES IN MINIMIZING INFECTION
Effective management of tungro disease in hybrid rice, however, is limited by lack of resistant hybrid rice varieties, lack of symptoms during early development of the disease, and vector adaptation to insect resistant varieties. Farmers start noticing the disease when the symptoms appear, and usually at this point, the disease has already spread and the GLH has already reproduced.
Currently, there are no hybrid varieties resistant to tungro. Existing resistant inbred lines such as the Matatag series are provided only as stop-gap varieties and may not yield as high as what farmers usually plant. However, these Matatag lines usually yield more that the farmers’ varieties under tungro disease pressure.
So it is important to detect the disease as early as possible. Some of the signs to look for are non-uniform growth or patches of irregular growth in the field, presence of GLH, and presence of the disease in neighboring fields. Observe the field diligently and ratoon or cut off infected plants.
Stubbles and plant debris should be removed after harvesting by plowing and harrowing to eliminate the inoculum. Farming communities should be organized so that planting would be synchronous to at most within one month of the general planting schedule of the locality.
There are no chemicals available that can be used to directly control the virus. However, the insect vector can be controlled. Lannate, a DuPont product, is an effective chemical control for GLH and other hoppers.
Literature :
Current Science, Vol. 72, No.11, 10 June 1997. Enzyme dot blot assay : a diagnostic tool for detecting rice tungro virus infection.
Posted on January 27th, 2009 under Rice. Tags: Disease, Rice, Tungro, Virus. RSS 2.0 feed. Leave a response, or trackback.

Sabtu, 07 November 2009

BUAT SAHABATKU TERSAYANG....

12 AGUSTUS 2009

Hemmh… Gak ada satupun yang beres dalam hidupQ…

takdirQ yang buruk atau aQ yang terlalu bodoh melewati hari2Q??? Keluaragaq yang broken, kuliah gak beres, di tambah orang2yang aQ sayang jauh dari hidupQ benar2 bikin dadaQ sesak bahkan takmampu lg tuK menanGis.

By virgo girl.

------------------------------

          Coretan yang begitu singkat namun tersimpan makna yang begitu dalam,,,,  

kehidupan memang kadang begitu sulit... hingga  kita berpikir untuk lari dari  kenyataan dan merasa bahwa hidup ini begitu tidak adil.

Tulisan yang mungkin tanpa disadarinya tersimpan dalam laptopku, atas ungkapan rasa yang tak mampu di ungkapkan lagi  membuatku sempat menetaskan air mata.... 

Yaa Allah... berikanlah ketabahan buat sahabatku,

Ya Robbi.... jangan biarkan takdir mempermainkannya,

pekakanlah mata dan hatiku untuk selalu ada untuknya meskipun hanya sekedar pendengar kegundahan hatinya....

Buat sahabatku....

Maafkan aku yang tanpa sengaja membuka catatanmu dan membuat ke lancangan ini....

sabar sahabatku sayang....doaku akan selalu menyertaimu...

Percayalah bahwa Allah tidak pernah meutup mata atas apa yang terjadi dengan hambanya…

Dan yakini bahwa kebahagiaan telah menantimu asalkan terus jalani hidup ini dengan rasa sabar dan tawakkal….

Mari kita mendekatkan diri kepada-Nya dan menjauhi keegoan dan kesombongan untuk tidak meminta kepadanya….

Ini adalah kenyataan hidup atas sahabatku…dan mungkin juga tidak jau beda dengan apa yang ditimpa saudara-saudara kita di luar sana.,,,, Entah apa yang terjadi dengan mereka dan menjalani kehidupan yang seperti apa.. Pernahkah kita berpikir apa yang akan terjadi jika hal itu terjadi dalam hidup kita ?  Apakah kita sanggup menjalaninya ?  semoga menjadi renungan buat kita dan sahabat-sahabat kita yang lain.





Rabu, 04 November 2009

GERNAS dalam konsep PHT

Program Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS) yang dicanangkan Departmen Pertanian Republik Indonesia merupakan  suatu terobosan yang inovatif dan berpotensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao, khususnya petani di Kawasan Timur Indonesia.
Berdasarkan uraian dalam   program GERNAS yang berisi Sembilan  komponen penting, menunjukkan bahwa Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sejalan dengan program dari  GERNAS . Melalui beberapa point yang ditunjukkan oleh GERNAS, salah satunya yaitu pada poin 5 :
“Sistem usahatani kakao yang berkelanjutan: GENAS perlu secara eskplisit menyebutkan pentingnya mengembangkan suatu industri kakao yang benar-benar berkelanjutan. Hal ini memerlukan definisi dan ruang lingkup ‘berkelanjutan’ yang jelas dalam konteks perkakaoan, mulai dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial, sampai pada kelestarian sumberdaya lahan, hutan, air, dan keanekaragaman hayati umumnya. Dalam hal ini, ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan, termasuk peran pohon pelindung, perawatan dan konservasi tanah, pengendalian kerusakan hutan, pengendalian hama terpadu, dan diversifikasi usahatani kakao.”
Menunjukkan bahwa tujuan dari program ini sejalan dengan PHT dilihat dari kepedulian GERNAS terhadap lingkungan ekologi, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat petani. Selain itu program GERNAS juga memasukkan konsep PHT dalam salah satu programnya. Dilihat dari defenisi  PHT itu sendiri dari beberapa pakar diantaranya yaitu :
  • Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan.
  •  
  • Menurut Bottell ( 1979) , PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi.
  •  
  • Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan.
Dari uraian di atas maka dapat dilihat secara jelas bahwa PHT tidak melenceng dari GERNAS demikian pula GERNAS terhadap PHT. Dari masing-masing program dari PHT maupun GERNAS, saling mendukung karena dari aktivitas GERNAS sangat memperhatikan pengendalian hama maupun penyakit secara terpadu yaitu dengan pengendalian yang memperhatikan lingkungan sekitar baik dari ekologi maupun dari biologinya sendiri.    Secara jelasnya dapat dilihat dari Sembilan komponen penting dari  program Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS) yaitu :
  1. Pendataan: Perlu sistem manajemen informasi yang efektif, interaktif, terbuka dan dinamis, dan melibatkan semua stakeholder.
  2.  
  3. Pengadaan bibit unggul berbasis klonal: Perlu perencanaan yang matang dan melibatkan berbagai stakeholder untuk menjamin pengadaan bibit unggul yang bersertifikat sebanyak minimal 6 klon. Bibit ini bisa berasal baik dari hasil pengembangan somatic embryogenesis (SE) maupun dari klon sambung pucuk yang diproduksi dengan model pembibitan usaha petani dan kelompok tani dengan memperhatikan kelebihan /kekurangan resiko pengembangannya.
  4.  
  5. Penyediaan teknologi yang tepat: Pelaksanaan program GERNAS perlu memberdayakan sumber daya lokal (universitas dan lembaga penelitian) secara terkoordinasi dan bersinergi dengan memperhatikan kondisi spesifik lokasi, termasuk kondisi tanah dan kebutuhan drainase. Informasi mengenai kelayakan lahan, termasuk hasil analisis tanah, perlu diketahui dengan baik sebelum kegiatan peremajaan dan rehabilitasi dimulai. Teknologi budidaya yang tepat harus diterapkan oleh petani di bawah bimbingan pendamping terlatih. Perlu kejelasan mengenai kegiatan riset di empat sub-stasiun. Menurut CSP, sebaiknya ini difokuskan kepada i) pengembangan dan pengujian klon unggul, dan ii) menyediakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pendamping lapangan (sebagai resource centre).
  6.  
  7. Rekrutmen dan pelatihan pendamping lapangan: Tenaga pendamping lapangan sangat penting untuk mendukung kesuksesan dan keberlanjutan GERNAS sehingga rekrutmen dan pelatihan tenaga pendamping perlu mendapatkan prioritas. Diperkirakan, 450 orang tenaga pendamping harus dilatih khusus untuk mendukung GERNAS. Pelatihan ini seharusnya melalui suatu module pelatihan terpadu dengan memanfaatkan segenap sumberdaya yang tersedia, dan dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan paket teknologi yang tepat dan konsisten.
  8.  
  9. Sistem usahatani kakao yang berkelanjutan: GERNAS perlu secara eskplisit menyebutkan pentingnya mengembangkan suatu industri kakao yang benar-benar berkelanjutan. Hal ini memerlukan definisi dan ruang lingkup ‘berkelanjutan’ yang jelas dalam konteks perkakaoan, mulai dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial, sampai pada kelestarian sumberdaya lahan, hutan, air, dan keanekaragaman hayati umumnya. Dalam hal ini, ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan, termasuk peran pohon pelindung, perawatan dan konservasi tanah, pengendalian kerusakan hutan, pengendalian hama terpadu, dan diversifikasi usahatani kakao.
  10.  
  11. Kebijakan pemerintah: Perlu dukungan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berpihak kepada petani secara konsisten, termasuk penerapan SNI dan sistem pengawasan mutu. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan dan memperbaiki infrastruktur pembangunan, sistem insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kakao, dan bukannya membebani petani dengan pajak, retribusi dan pungutan lain yang memberatkan. Pembangunan infrastruktur yang penting misalnya adalah perbaikan jalan yang menghubungkan petani dengan pasar dan pembuatan drainase dimana diperlukan.
  12.  
  13.  Program kredit petani: Perlu ada reformasi sektor perbankan, lembaga pertanahan dan prosedur administrasi organisasi petani yang mampu menjamin akses petani kepada lembaga pembiayaan. Perlu dicari model  mikro-kredit inovatif yang mampu menghubungkan kelompok tani dengan bank secara berkelanjutan. Tanpa inovasi dan reformasi tersebut, petani akan tetap menghadapi kesulitan dalam hal perkreditan.
  14.  
  15. Pemantauan dan evaluasi: Perlu sistem pemantauan dan evaluasi (MONEV) yang kredibel, transparan dan teliti, dengan tanggung jawab yang jelas.
  16.  
  17. GERNAS Action Plan: Koordinasi intensif dan diskusi lebih lanjut diperlukan untuk menghasilkan sebuah Action Plan dengan perincian kegiatan yang akan dilakukan dibawah program GERNAS. Action Plan ini harus mengidentifikasikan tanggung jawab setiap stakeholder yang akan dilibatkan.


Selasa, 03 November 2009

Masihkah Ada Cinta Untukku

Terkadang hari-hari itu sangat melelahkan...
sudah menjadi realita hidup bahwa ada pertemuan ada juga perpisahan...
Jujur aku ungkapkan bahwa aku sangat mencintainya,,,,
Hela nafasku dan getaran jiwaku hanya ada dirinya.
Pertemuan yang pernah ada, membuatku seakan bermimpi sejenak, akan indahnya cinta dan buaian rasa sayang dengan sejuta kenangan-kenangan manis.
Mungkin pertemuan yang ada hanya beberapa saat, namun pertemuan itu tak mampu kuhapus dalam memoriku.
Aku disini menunggu cintanya yang telah berlalu meninggalkanku karena keegoan dan ketidakpercayaan.
Aku hanya berdoa dan berharap smoga perpisahan ini adalah yang terbaik dan tidak menyisakan penyesalan... karena aku yakin Allah akan selalu memberikan yang terbaik bagi hambanya.
Bisa apa yang aku sukai dan cintai tidak disukai oleh Allah dan sebalikNya apa yang Allah suka aku tidak sukai, maka aku serahkan semua urusan pada Allah swt.
Satu hal yang kuyakini bahwa cintaku tulus dan hanya untuk seseorang yang mencintaiku dengan tulus.